"Ehh, ada kandidat nya nih .. Silahkan masuk Ri .. Biar jadi saksi juga" sambut Pak Husada yang melihatku melongok didepan pintu kelas. Dan aku pun masuk ke dalam kelas yang dipenuhi oleh anggota OSIS dan para kandidat, serta perwakilan-perwakilan rakyat sekolah. Sekolahku sedang mengadakan regenerasi OSIS dan akulah salah satu kandidat nya.
Sebenar nya dari dulu aku memang sudah bermimpi ingin menjadi Ketua OSIS di sebuah sekolah SMA, dan inilah saat nya. Tetapi kini bagiku, dicalonkan sebagai Ketua OSIS adalah sebuah musibah, karna tanggung jawab yang dipikul sangat berat, ditambah lagi ada beberapa oknum guru yang tidak suka denga kinerjaku. Maka itu, aku berharap aku tidak akan terpilih menjadi Ketua OSIS. Tapi ternyata ..
"Yakk .. Dan pada akhir nya Riri lah yang menjadi Ketua OSIS periode 2013/2014" kata-kata Pak Husada memecah lamunanku, disambut dengan suara riuh tepuk tangan. Aku kaget mendengar kata-kata itu, karna aku baru saja berdoa agar aku tidak terpilih menjadi Ketua OSIS, tapi ternyata malah suaraku yang terbanyak. Dan masih dengan suasana hati yang percaya tak percaya, aku pun menerima keputusan penghitungan surat suara itu.
Keesokan hari nya pada saat acara bintal di sekolahku, hasil penghitungan suara pun diumumkan. "Baiklah, dari hasil penghitunga surat suara sore kemarin, kami sudah menemukan pemenang dalam pemilihan Ketua OSIS tahun ini, yaitu Riri Ramadhanti" Pak Husada memulai pengumuman nya dan disambut oleh 625 pasang tangan yang saling bersentuhan dan menghasilkan suara nyaring. Mau tak mau aku harus menjalankan tanggung jawabku mulai hari ini sebagai Ketua OSIS SMA Pelita. Dan disinilah semua lika-liku hidup anak SMA dimulai ..
"Riri, kamu dipanggil tuh sama Pak Sitohang" terdengar suara sahabatku Bila, dari depan kelas.
"Dimana dia?" tanyaku kembali.
"Di lantai 2 tuh, disuruh cepet kata nya"
Aku pun langsung bergegas keluar kelas menuju tangga, dan menemui Pak Sitohang si pembina OSIS asik.
"Pak, bapak manggil saya?" tanyaku pada Pak Sitohang.
"Iya nih Ri, kamu besok berangkat seminar ya di Puncak" jawab nya.
"Harus saya pak yang berangkat? Lagi banyak ulangan nih, pak"
"Tapi kamu Ketua OSIS yang seharus nya bisa selalu siap kalau diberi tugas seperti ini .. Sudahlah kamu berangkat ya?"
"Aduh pak, saya gak bisa .. Beneran deh, untuk kali ini saya masih belum bisa ninggalin ulangan-ulangan saya .. Karna kemarin-kemarin saya sempet banyak ijin pak, lagipula OSIS yang lain masih bisa pak, kasih aja kesempatan ini ke mereka" jawabku yang masih menolak tugas sekolah itu.
"Udah saya gak mau tau, pokok nya yang berangkat mesti kamu, gimana sih .. Masa ketos gak siap menerima tugas" jawab nya tegas. Aku pun memilih untuk diam mendengar perkataan Pak Sitohang.
Tak lama bel istirahat pun berbunyi ..
"Ri, saya mau ngomong sebentar sama kamu" panggil Bu Yimah. Lalu aku pun mengikuti nya berjalan menuju balkon lantai 2 sekolahku.
"Kamu sekarang Ketua OSIS .. Cara belajar mu tolong dirubah ya Ri .. Kalau ada pelajaran yang gak kamu ngerti, tanyalah sama teman-teman kamu, jangan diem aja" Bu Yimah menasehatiku. Dan aku pun mengangguk sambil menoleh kearah dimana suara bola menyentuh lantai semen dan membuat suara riuh.
"Saya berbicara seperti ini karna sudah banyak guru yang tidak suka karna kamu terpilih menjadi Ketua OSIS, tapi saya sudah berusaha membela kamu, saya bilang Riri pintar di bidang non akademik, dan kriteria Ketua OSIS adalah berprestasi di bidang akademik atau non akademik. Jadi kita harus menerima hasil kalau kamu yang menjadi pemenang" cerita Bu Yimah membuatku terharu, sedih, dan tersenyum.
"Terima kasih bu, tapi tolong bilang sama Pak Sitohang, dia menyuruh saya buat ikut seminar besok, tapi saya gak mau bu, karna akhir-akhir ini saya jarang masuk sekolah karna sibuk diluar, jadi banyak pelajaran yang ketinggalan" ucapku.
"Yaudah, nanti biar ibu yang bilang sama Pak Sitohang, kamu tetap fokus aja sama pelajaran mu ya .. Sekarang ibu permisi dulu" ucap Bu Yimah, membuat hatiku tenang dan berfikir dialah guru pertama yang bisa memberiku motivasi menghadapi semua nya di sekolah.
Bel pulang sekolah pun berbunyi .. Aku bergegas pergi ke Berry's Bakery tmpatku bekerja, untuk menambah ekonomi keluarga.
"Assalamualaikum Kak Tia" sambutku ketika memasuki toko.
"Waalaikumsalam .. Uda pulang Ri? Gimana tugas OSIS nya?" goda Kak Tia yang mengetahui sekarang aku menjadi Ketua OSIS di sekolah.
"Apa sih kak, itu urusan di sekolah gak usah diomongin disini deh .. Uda ah, aku ganti baju dulu ya"
Aku pun mengganti bajuku dengan baju dress bertuliskan "Berry's Bakery". Aku sudah 2 tahun bekerja disini, sejak aku masih kelas 1 SMA. Aku bekerja disini karna Bu Vera, pemilik toko kue ini kenal dengan orang tuaku, jadi ketika toko kue ini kekurangan seorang kasir, Bu Vera menawarkan posisi itu kepadaku. Dan tanpa pikir panjang aku pun menerima nya dan bekerja sampai sekarang. Disinilah aku mengenal Kak Tia si kasir centil dan Kak Veny si chef cantik di toko kue ini. Mereka selalu menjadi tempat curhatku tentang sekolah dan sudah aku anggap seperti saudara kandungku sendiri.
"Kak, Bu Vera hari ini gak ke toko?" tanyaku pada Kak Tia, sambil mengecek mesin kasirku.
"Gak tau deh Ri, uda 2 hari ini selalu orang lain yang ngecek toko. Bu Vera kata nya lagi ada keperluan diluar. Gak tau deh apaan" jawab Kak Tia sambil menggesekkan kuku nya ke alat penghalus kuku. Dan aku hanya mengangguk-angguk.
"Oh iya Ri, ngomong-ngomong kamu masih jomblo?" tanya Kak Tia, membuatku mengerutkan dahi bingung akan pertanyaan seperti itu.
"Kenapa tiba-tiba nanya itu kak? Kakak tau kan? Aku masih trauma dengan makhluk spesies cowok" jawabku sambil geleng-geleng dan tertawa.
"Ihh .. Sayang banget .. Padahal aku mau ngenalin kamu sama anak nya Bu Vera"
"HAH?? Gak salah kak?" perkataan Kak Tia membuatku melotot kebingungan. Kak Tia memang terkenal akan kecentilan nya, setiap hari dia selalu membahas cowok dengan ciri-ciri yang berbeda, entah darimana cowok-cowok itu berasal.
"Sekarang kamu boleh bingung, tapi nanti kalau ketemu liat aja kalau gak kecantol mah hebat berarti kamu"
Kata-kata Kak Tia pun aku balas dengan suara tertawa kencang. Dan obrolan kami terhenti ketika bel yang digantungkan diatas pintu toko berbunyi.
Seorang cowok keren masuk dan terlihat tertarik pada 1 kue ulang tahun yang dipajang di etalase toko. Kak Tia memperhatikan gerak-gerik cowok itu dengan heran sekaligus kagum dengan penampilan cowok itu.
"Mba, tolong bungkusin yang ini ya" kata nya sambil menunjuk kue yang dari tadi sudah menjadi perhatian nya, dan melemparkan senyum padaku. Aku pun melayani nya sambil melirik kearah Kak Tia yang sampai saat ini masih memperhatikan si cowok itu.
"Makasih ya mba .. Ini uang nya, kembali nya ambil aja" kata si cowok sambil menyodorkan uang, lalu melesat pergi. Sedangkan Kak Tia masih sibuk memandangi cowok yang sudah melesat pergi dan ditelan pohon-pohon diluar sana. Aku pun menyubit nya ..
Sebenar nya dari dulu aku memang sudah bermimpi ingin menjadi Ketua OSIS di sebuah sekolah SMA, dan inilah saat nya. Tetapi kini bagiku, dicalonkan sebagai Ketua OSIS adalah sebuah musibah, karna tanggung jawab yang dipikul sangat berat, ditambah lagi ada beberapa oknum guru yang tidak suka denga kinerjaku. Maka itu, aku berharap aku tidak akan terpilih menjadi Ketua OSIS. Tapi ternyata ..
"Yakk .. Dan pada akhir nya Riri lah yang menjadi Ketua OSIS periode 2013/2014" kata-kata Pak Husada memecah lamunanku, disambut dengan suara riuh tepuk tangan. Aku kaget mendengar kata-kata itu, karna aku baru saja berdoa agar aku tidak terpilih menjadi Ketua OSIS, tapi ternyata malah suaraku yang terbanyak. Dan masih dengan suasana hati yang percaya tak percaya, aku pun menerima keputusan penghitungan surat suara itu.
Keesokan hari nya pada saat acara bintal di sekolahku, hasil penghitungan suara pun diumumkan. "Baiklah, dari hasil penghitunga surat suara sore kemarin, kami sudah menemukan pemenang dalam pemilihan Ketua OSIS tahun ini, yaitu Riri Ramadhanti" Pak Husada memulai pengumuman nya dan disambut oleh 625 pasang tangan yang saling bersentuhan dan menghasilkan suara nyaring. Mau tak mau aku harus menjalankan tanggung jawabku mulai hari ini sebagai Ketua OSIS SMA Pelita. Dan disinilah semua lika-liku hidup anak SMA dimulai ..
"Riri, kamu dipanggil tuh sama Pak Sitohang" terdengar suara sahabatku Bila, dari depan kelas.
"Dimana dia?" tanyaku kembali.
"Di lantai 2 tuh, disuruh cepet kata nya"
Aku pun langsung bergegas keluar kelas menuju tangga, dan menemui Pak Sitohang si pembina OSIS asik.
"Pak, bapak manggil saya?" tanyaku pada Pak Sitohang.
"Iya nih Ri, kamu besok berangkat seminar ya di Puncak" jawab nya.
"Harus saya pak yang berangkat? Lagi banyak ulangan nih, pak"
"Tapi kamu Ketua OSIS yang seharus nya bisa selalu siap kalau diberi tugas seperti ini .. Sudahlah kamu berangkat ya?"
"Aduh pak, saya gak bisa .. Beneran deh, untuk kali ini saya masih belum bisa ninggalin ulangan-ulangan saya .. Karna kemarin-kemarin saya sempet banyak ijin pak, lagipula OSIS yang lain masih bisa pak, kasih aja kesempatan ini ke mereka" jawabku yang masih menolak tugas sekolah itu.
"Udah saya gak mau tau, pokok nya yang berangkat mesti kamu, gimana sih .. Masa ketos gak siap menerima tugas" jawab nya tegas. Aku pun memilih untuk diam mendengar perkataan Pak Sitohang.
Tak lama bel istirahat pun berbunyi ..
"Ri, saya mau ngomong sebentar sama kamu" panggil Bu Yimah. Lalu aku pun mengikuti nya berjalan menuju balkon lantai 2 sekolahku.
"Kamu sekarang Ketua OSIS .. Cara belajar mu tolong dirubah ya Ri .. Kalau ada pelajaran yang gak kamu ngerti, tanyalah sama teman-teman kamu, jangan diem aja" Bu Yimah menasehatiku. Dan aku pun mengangguk sambil menoleh kearah dimana suara bola menyentuh lantai semen dan membuat suara riuh.
"Saya berbicara seperti ini karna sudah banyak guru yang tidak suka karna kamu terpilih menjadi Ketua OSIS, tapi saya sudah berusaha membela kamu, saya bilang Riri pintar di bidang non akademik, dan kriteria Ketua OSIS adalah berprestasi di bidang akademik atau non akademik. Jadi kita harus menerima hasil kalau kamu yang menjadi pemenang" cerita Bu Yimah membuatku terharu, sedih, dan tersenyum.
"Terima kasih bu, tapi tolong bilang sama Pak Sitohang, dia menyuruh saya buat ikut seminar besok, tapi saya gak mau bu, karna akhir-akhir ini saya jarang masuk sekolah karna sibuk diluar, jadi banyak pelajaran yang ketinggalan" ucapku.
"Yaudah, nanti biar ibu yang bilang sama Pak Sitohang, kamu tetap fokus aja sama pelajaran mu ya .. Sekarang ibu permisi dulu" ucap Bu Yimah, membuat hatiku tenang dan berfikir dialah guru pertama yang bisa memberiku motivasi menghadapi semua nya di sekolah.
Bel pulang sekolah pun berbunyi .. Aku bergegas pergi ke Berry's Bakery tmpatku bekerja, untuk menambah ekonomi keluarga.
"Assalamualaikum Kak Tia" sambutku ketika memasuki toko.
"Waalaikumsalam .. Uda pulang Ri? Gimana tugas OSIS nya?" goda Kak Tia yang mengetahui sekarang aku menjadi Ketua OSIS di sekolah.
"Apa sih kak, itu urusan di sekolah gak usah diomongin disini deh .. Uda ah, aku ganti baju dulu ya"
Aku pun mengganti bajuku dengan baju dress bertuliskan "Berry's Bakery". Aku sudah 2 tahun bekerja disini, sejak aku masih kelas 1 SMA. Aku bekerja disini karna Bu Vera, pemilik toko kue ini kenal dengan orang tuaku, jadi ketika toko kue ini kekurangan seorang kasir, Bu Vera menawarkan posisi itu kepadaku. Dan tanpa pikir panjang aku pun menerima nya dan bekerja sampai sekarang. Disinilah aku mengenal Kak Tia si kasir centil dan Kak Veny si chef cantik di toko kue ini. Mereka selalu menjadi tempat curhatku tentang sekolah dan sudah aku anggap seperti saudara kandungku sendiri.
"Kak, Bu Vera hari ini gak ke toko?" tanyaku pada Kak Tia, sambil mengecek mesin kasirku.
"Gak tau deh Ri, uda 2 hari ini selalu orang lain yang ngecek toko. Bu Vera kata nya lagi ada keperluan diluar. Gak tau deh apaan" jawab Kak Tia sambil menggesekkan kuku nya ke alat penghalus kuku. Dan aku hanya mengangguk-angguk.
"Oh iya Ri, ngomong-ngomong kamu masih jomblo?" tanya Kak Tia, membuatku mengerutkan dahi bingung akan pertanyaan seperti itu.
"Kenapa tiba-tiba nanya itu kak? Kakak tau kan? Aku masih trauma dengan makhluk spesies cowok" jawabku sambil geleng-geleng dan tertawa.
"Ihh .. Sayang banget .. Padahal aku mau ngenalin kamu sama anak nya Bu Vera"
"HAH?? Gak salah kak?" perkataan Kak Tia membuatku melotot kebingungan. Kak Tia memang terkenal akan kecentilan nya, setiap hari dia selalu membahas cowok dengan ciri-ciri yang berbeda, entah darimana cowok-cowok itu berasal.
"Sekarang kamu boleh bingung, tapi nanti kalau ketemu liat aja kalau gak kecantol mah hebat berarti kamu"
Kata-kata Kak Tia pun aku balas dengan suara tertawa kencang. Dan obrolan kami terhenti ketika bel yang digantungkan diatas pintu toko berbunyi.
Seorang cowok keren masuk dan terlihat tertarik pada 1 kue ulang tahun yang dipajang di etalase toko. Kak Tia memperhatikan gerak-gerik cowok itu dengan heran sekaligus kagum dengan penampilan cowok itu.
"Mba, tolong bungkusin yang ini ya" kata nya sambil menunjuk kue yang dari tadi sudah menjadi perhatian nya, dan melemparkan senyum padaku. Aku pun melayani nya sambil melirik kearah Kak Tia yang sampai saat ini masih memperhatikan si cowok itu.
"Makasih ya mba .. Ini uang nya, kembali nya ambil aja" kata si cowok sambil menyodorkan uang, lalu melesat pergi. Sedangkan Kak Tia masih sibuk memandangi cowok yang sudah melesat pergi dan ditelan pohon-pohon diluar sana. Aku pun menyubit nya ..
"Aww .. Sakit Ri, kamu tuh yaa kebiasaan demen banget nyubit orang" kata Kak Tia sambil mengelus kulit nya yang terasa sakit dan mulai memar karna cubitanku. Aku pun hanya cekikikan melihat nya.
"Abis kakak centil sekali sih .. Liat cowok sedikit aja, gak bisa ditinggal"
"Bodo amat!!" jawab Kak Tia ketus dan langsung menyibukkan diri. Aku pun tertawa sambil menggoda nya.
Tepat jam 8 malam ..
"Assalamualaikum bunda .. Aku pulang"
Aku pulang kerumah dan keadaan rumahku sangat gelap seperti tidak ada penerangan apapun disini. Aku terus memanggil bundaku sampai akhir nya lampu tiba-tiba menyala dan ..
"Happy birthday Riri" suara bunda terdengar dari arah belakang tubuhku, aku pun berbalik arah dan melihat kue ulang tahun yang dibawa bunda bertuliskan "Selamat Ulang Tahun Riri" dan tertancap lilin angka 17 disana. Aku bahkan lupa kalau hari ini adalah hari ulang tahunku yang ke-17.
"Trima kasih bunda .. Ternyata bunda inget ulang tahun aku" kataku sambil memeluk bunda, lebih tepat nya bunda angkatku.
Jadi aku adalah anak yatim piatu yang ditemukan bunda tergeletak didepan rumah nya, tanpa ada yang menjagaku, mengawasiku, dan mengakuiku. Waktu aku ditemukan hanya ada sehelai kain biru bertuliskan "Riri" jadi dari situlah namaku berasal. Sedih memang, sudah dari kecil aku tidak mengetahui siapa orang tua kandungku, yang tega meninggalkanku sendiri malam itu. Aku heran, apa alasan mereka meninggalkanku. Sedangkan bunda tinggal sendirian karna dia seorang janda, suami nya sudah lama meninggal. Jadi bunda dengan senang hati mau merawatku dari kecil hingga saat ini.
"Ayo Ri, ditiup lilin nya dan jangan lupa baca doa sebelum lilin nya ditiup" akhir nya aku pun memejamkan mataku dan berdoa dalam hati ..
"Ya Allah, tolong pertemukan aku dengan orang tua kandungku .. Dan tolong lancarkan kehidupan bunda yang berada bersamaku saat ini" ucapku dalam hati dan tanpa sadar air mata kembali membasahi pipiku.
Doaku masih sama seperti tahun-tahun sebelum nya. Aku pun membuka mataku dan lilin ulang tahunku pun mati karna nafasku. Setelah itu kami pun menikmati kue ulang tahun yang dibuat bunda, bundaku ini memang pintar sekali membuat kue ulang tahun yang sangat lezat.
"Bun, kue nya enak sekali .. Aku gak pernah bosen, walaupun setiap tahun aku makan kue buatan bunda" kataku memuji. Dan bunda hanya tersenyum."Abis kakak centil sekali sih .. Liat cowok sedikit aja, gak bisa ditinggal"
"Bodo amat!!" jawab Kak Tia ketus dan langsung menyibukkan diri. Aku pun tertawa sambil menggoda nya.
Tepat jam 8 malam ..
"Assalamualaikum bunda .. Aku pulang"
Aku pulang kerumah dan keadaan rumahku sangat gelap seperti tidak ada penerangan apapun disini. Aku terus memanggil bundaku sampai akhir nya lampu tiba-tiba menyala dan ..
"Happy birthday Riri" suara bunda terdengar dari arah belakang tubuhku, aku pun berbalik arah dan melihat kue ulang tahun yang dibawa bunda bertuliskan "Selamat Ulang Tahun Riri" dan tertancap lilin angka 17 disana. Aku bahkan lupa kalau hari ini adalah hari ulang tahunku yang ke-17.
"Trima kasih bunda .. Ternyata bunda inget ulang tahun aku" kataku sambil memeluk bunda, lebih tepat nya bunda angkatku.
Jadi aku adalah anak yatim piatu yang ditemukan bunda tergeletak didepan rumah nya, tanpa ada yang menjagaku, mengawasiku, dan mengakuiku. Waktu aku ditemukan hanya ada sehelai kain biru bertuliskan "Riri" jadi dari situlah namaku berasal. Sedih memang, sudah dari kecil aku tidak mengetahui siapa orang tua kandungku, yang tega meninggalkanku sendiri malam itu. Aku heran, apa alasan mereka meninggalkanku. Sedangkan bunda tinggal sendirian karna dia seorang janda, suami nya sudah lama meninggal. Jadi bunda dengan senang hati mau merawatku dari kecil hingga saat ini.
"Ayo Ri, ditiup lilin nya dan jangan lupa baca doa sebelum lilin nya ditiup" akhir nya aku pun memejamkan mataku dan berdoa dalam hati ..
"Ya Allah, tolong pertemukan aku dengan orang tua kandungku .. Dan tolong lancarkan kehidupan bunda yang berada bersamaku saat ini" ucapku dalam hati dan tanpa sadar air mata kembali membasahi pipiku.
Doaku masih sama seperti tahun-tahun sebelum nya. Aku pun membuka mataku dan lilin ulang tahunku pun mati karna nafasku. Setelah itu kami pun menikmati kue ulang tahun yang dibuat bunda, bundaku ini memang pintar sekali membuat kue ulang tahun yang sangat lezat.
"Kalau begitu bunda bakal buat kue ulang tahun terus setiap tahun buat kamu, Ri" kata bunda disambung suara batuk yang membuat bunda sangat susah menarik nafas. Dan darah mulai memenuhi telapak tangan bunda. Aku pun mulai khawatir mengingat penyakit paru-paru bunda.
"Bun, bunda istirahat aja ya .. Semua ini biar aku yang beresin" kataku sambil membersihkan darah yang ada di tangan bunda.
"Ri maafin bunda ya, selalu bikin kamu khawatir karna penyakit bunda" aku pun hanya bisa menggelengkan kepala dan meneteskan air mata.
Keesokan hari nya aku meninggalkan bunda dengan perasaan tidak tenang, setelah selesai membuat bubur untuk nya. Kondisi bunda nampak nya belum membaik. Tapi sekolah dan toko kue sudah menungguku. Aku pun menjalani hari ini tanpa semangat. Sesampai nya di sekolah aku bertemu dengan Bila sahabatku ..
"Ri maafin bunda ya, selalu bikin kamu khawatir karna penyakit bunda" aku pun hanya bisa menggelengkan kepala dan meneteskan air mata.
Keesokan hari nya aku meninggalkan bunda dengan perasaan tidak tenang, setelah selesai membuat bubur untuk nya. Kondisi bunda nampak nya belum membaik. Tapi sekolah dan toko kue sudah menungguku. Aku pun menjalani hari ini tanpa semangat. Sesampai nya di sekolah aku bertemu dengan Bila sahabatku ..
"Kenapa lagi sayang? Lemes banget kaya nya hari ini" kata nya sambil merangkulku.
"Bunda semalem batuk-batuk lagi sampe muntah darah" kataku sambil menahan tangis. Tapi ternyata air mataku kali ini tidak bisa tertahan lagi. Aku memang lemah dalam hal menahan tangis, apalagi yang berhubungan dengan bunda. Bunda memang sudah lama menderita sakit paru-paru akut.
"Jangan nangis Ri, cengeng lo ah .. Kuat dong, bunda pasti sembuh, percaya sama gue" Bila menyemangatiku. Aku pun hanya bisa tersenyum penuh arti.
Jam pulang sekolah tiba, aku memutuskan untuk langsung bergegas pulang kerumah untuk membawa bunda pergi ke dokter yang merawat nya, karna bagiku penyakit bunda kembali tidak bersahabat dengan tubuh nya. Aku pun mengeluarkan HP ku dan mengirimkan pesan singkat ke Kak Tia untuk memberi tahu bahwa aku tidak bisa masuk kerja sore ini."Bunda semalem batuk-batuk lagi sampe muntah darah" kataku sambil menahan tangis. Tapi ternyata air mataku kali ini tidak bisa tertahan lagi. Aku memang lemah dalam hal menahan tangis, apalagi yang berhubungan dengan bunda. Bunda memang sudah lama menderita sakit paru-paru akut.
"Jangan nangis Ri, cengeng lo ah .. Kuat dong, bunda pasti sembuh, percaya sama gue" Bila menyemangatiku. Aku pun hanya bisa tersenyum penuh arti.
"Kak .. Aku ga bisa msuk kerja sore ini .. Aku mw lgsg k RS bawa bunda berobat .. Maaf yaa kak"
Dan langsung aku kirimkan pesan itu ke Kak Tia.
Sesampai nya dirumah, aku masih melihat bunda terkulai lemas ditempat tidur nya, muka nya makin pucat, lebih pucat dari pagi tadi ketika aku tinggal pergi ke sekolah. Aku semakin khawatir melihat nya. Aku pun bergegas ke dapur mengambilkan bunda air minum dan memanaskan bubur yang aku buat tadi pagi, karna aku yakin bunda pasti belum memakan bubur yang aku buat. Aku pun membangunkan bunda untuk memberi nya makan, paling tidak, ada yang mengisi perut nya sebelum aku mengantar nya kerumah sakit.Dan langsung aku kirimkan pesan itu ke Kak Tia.
"Bun .. Makan dulu yaa .. Ini aku buatin bubur tadi pagi .. Bangun dulu yukk bun" kataku pelan. Bunda bergeming, tidak menjawab kata-kataku, membuat aku semakin khawatir apa yang sebenar nya terjadi dengan bunda. Aku pun terus membangunkan bunda, tapi tetaptidak ada jawaban. Aku guncangkan tubuh bunda tapi tetap sunyi, tanpa suara. Nafasku mulai sesak melihat ini semua. Aku keluar rumah dan mencari taksi untuk membawa bunda kerumah sakit.
Sesampai nya dirumah sakit ..
"Riri .. Kondisi bundamu saat ini sudah semakin parah, saya juga bingung kenapa penyakit ini cepat menyebar ditubuh bundamu. Padahal selama ini prediksi saya bundamu pasti bisa sembuh total, tapi ternyata .." kata-kata Dokter Ari terhenti, membuat jantungku berdebar cepat menebak apa yang akan dikatakan nya lagi.
"Ternyata apa dok? Bunda bisa sembuh kan? Bunda kan kuat, bunda selalu ngatur jadwal kegiatan nya, makan nya .. Apa yang kurang? Apa yang bikin bunda makin parah?" kataku kalap.
"Sabar Ri" Dokter Ari menepuk bahuku dengan muka putus asa, aku menoleh kearah tangan yang menyentuhku itu dengan perasaan tak percaya. Apa maksud Dokter Ari menepuk bahuku dengan raut wajah seperti itu? Apa itu arti nya bunda tidak bisa bertahan lagi? Air mata pun mulai membuat kabur pandanganku dan akkiku seketika lemas. Rasa nya ingin terjatuh tapi ditahan oleh Dokter Ari.
"Semua manusia akan kembali ke pencipta nya Ri, siap gak siap harus diterima" suara itu membuat hatiku serasa hancur, otakku berhenti memikirkan sekolah atau toko kue, yang aku pikirkan saat ini hanya bunda. Bunda yang selama ini selalu merawatku, selalu merayakan ulang tahunku setiap tahun, selalu menjadi penyemangatku, aku tak bisa membayangkan kalau aku harus menjadi gadis sebatang kara di dunia ini.
"Saya permisi dulu ya Ri" Dokter Ari kembali menepuk bahuku, membuatku menangis ditempat menerima semua cobaan yang ditanggung bunda.
"Semua manusia akan kembali ke pencipta nya Ri, siap gak siap harus diterima" suara itu membuat hatiku serasa hancur, otakku berhenti memikirkan sekolah atau toko kue, yang aku pikirkan saat ini hanya bunda. Bunda yang selama ini selalu merawatku, selalu merayakan ulang tahunku setiap tahun, selalu menjadi penyemangatku, aku tak bisa membayangkan kalau aku harus menjadi gadis sebatang kara di dunia ini.
"Saya permisi dulu ya Ri" Dokter Ari kembali menepuk bahuku, membuatku menangis ditempat menerima semua cobaan yang ditanggung bunda.
Ganggang pintu kamar bunda terasa dingin ketika aku sentuh, setelah mendengar kata-kata Dokter Ari tadi, aku memaksakan diriku untuk menerima semua nya, mungkin itu yang terbaik saat ini. Pintu kamar bunda terbuka, dan aku melihat bunda tampak nyenyak dibalutan selimut putih rumah sakit. Wajah bunda sangat cantik, tidak terlihat seperti orang sakit, tidak seperti ada beban di wajah nya. Aku menyentuh wajah bunda lembut, keriput mulai memenuhi wajah nya. Padahal umur bunda masih muda, tapi keriput itu membuat bunda terlihat lebih tua dari umur asli nya. Tapi bunda terlihat cantik ..
Waktu menunjukkan pukul 3 subuh, tanpa disadari aku tertidur di sebelah bunda. Tiba-tiba tangan bunda bergerak, seperti nya bunda sudah sadar. Aku pun langsung terbangun dan memanggil bunda.
"Bunda?" bunda tersenyum padaku, aku sangat senang bisa melihat senyum itu lagi saat ini. Untuk sementara, aku benar-benar lupa kata-kata bahwa manusia akan kembali ke pencipta nya.
"Bunda mau minum? Atau bunda mau apa? Biar nanti Riri ambil buat bunda" kataku berusaha membuat bunda bicara padaku.
"Bunda mau kamu disini aja Ri, sebelum nanti kamu harus sekolah, jangan tinggalin bunda sendiri disini" kata bunda, membuatku tersenyum.
"Aku izin gak masuk sekolah aja deh bun, biar bisa nemenin bunda disini, nanti aku SMS si Bila"
"Jangan Ri, kamu harus tetep sekolah, jangan jadiin alasan bunda sakit buat gak sekolah, bunda gak suka"
"Tapi bunda sendirian nanti disini, aku gak mau ninggalin bunda" kataku sambil memeluk bunda.
"Anak bodoh, kamu lupa bunda itu anak kuat bukan anak cengeng kaya kmu" bunda menyubit lenganku. Aku pun tertawa melihat bunda sudah kembali ceria. Untuk kali ini aku benar-benar lupa bahwa penyakit bunda sudah sangat parah. Benar-benar tidak ada tanda apapun bahwa bunda akan pergi meninggalkanku ..
"Bun, aku pergi sekolah dulu yaa, bunda istirahat aja, dari tadi bunda belum tidur sama sekali kan, karna ngobrol sama aku terus". Sejak jam 3 subuh tadi bunda dan aku sama-sama tidak melanjutkan tidur kami masing-masing.
"Yasudah, hati-hati yaa Ri, belajar yang bener, gak usah nangisin bunda terus yaa, bunda pasti pulang kok sore ini, kan kata Dokter Ari bunda udah sehat" kata bunda sambil tersenyum. Aku memeluk bunda, lalu aku meraih tangan bunda dan kucium punggung tangan bunda. Aku pun bergegas pulang kerumah dan bersiap-siap pergi ke sekolah.
Sesampai nya di sekolah Bila sudah menungguku di depan kelas ..
"Kemarin lu jadi ke dokter bawa bunda?" tanya nya. Aku mengangguk.
Sesampai nya di sekolah Bila sudah menungguku di depan kelas ..
"Kemarin lu jadi ke dokter bawa bunda?" tanya nya. Aku mengangguk.
"Apa kata dokter?".
“Bunda lagi dirawat di rumah sakit,
tadi pagi jam 3 udah sadar dari kemarin sore dia pingsan, dan sampe aku mau
brangkat dia ga mau istirahat, alhasil aku begadang”
“Gue bilang juga apa, bunda lu itu
kuat, dia pasti sembuh dari penyakit nya. Lu aja cengeng”. Aku hanya tertawa
mendengar sahabatku marah-marah padaku.
Jam pelajaran dimulai, jam pertama
dikelasku hari ini adalah pelajaran olahraga. Guru olahragaku, Pak Nuno, selalu
memulai pelajaran nya dengan memberi wejangan terlebih dahulu.
“Ngomong-ngomong ini kelas nya Riri
yaa? Mana dia?” kata nya dengan suara lantang. Aku pun mengangkat tangan
kananku. “Saya disini pak”.
“Kamu ketua osis kan? Apa kerja kamu?
Sudah sebulan menjadi ketua osis belum keliatan kamu kerja nya sebagai
pemimpin” kata nya. Aku kaget mendengar perkataan nya, tapi aku hanya bisa
menunduk, mungkin memang benar yang dia katakan. Karna aku sibuk menjaga bunda
dan kerja di toko kue, tanggung jawabku di sekolah jadi terlupakan. Tapi
mengapa Pak Nuno memarahiku di depan teman-teman sekelasku? Sungguh menyebalkan.
“Saya gak mau marahin kamu, tapi kamu
yang ngebuat saya emosi” kata nya penuh amarah. Pak Nuno memang terkenal suka
menjatuhkan anak murid bahkan guru yang sederajat dengan nya. Tapi bagiku, ini
kali pertama aku dipermalukan di depan teman-teman sekelasku. Setelah dia
memarahiku, aku mulai tidak nyaman mengikuti pelajaran olahraga.
“Sabar ya dia emang begitu” Bila
menghampiriku ketika jam pelajaran selesai. Aku hanya tersenyum melihat nya.
“Uda sabar banget kok, udah dulu yaa
Bil aku mau ke rumah sakit, mau bantuin bunda buat pulang lagi kerumah” kata ku
dengan senyum lebar.
“Yaudah gw ikut yaa”
Aku dan Bila pun bergegas pergi ke
rumah sakit, untuk menjemput bunda untuk kembali kerumah ..
Sesampai nya di lorong rumah sakit,
Dokter Ari menghampiriku dengan wajah murung, aku mulai tidak nyaman melihat
nya. Tapi aku berusaha berfikir positif karna pasien Dokter Ari kan tidak hanya
bunda. Tapi ketakutanku semakin menjadi karna Dokter Ari mulai menatapku dan
melangkah kearahku.
“Riri .. Bunda kamu ..” Dokter Ari
menarik nafas, nafasku terhenti. Bila ikut bergeming dalam suasana rumah sakit
yang riuh karna suara gesekan roda dari kursi roda dan lantai.
“Bunda kamu terlambat kami
selamatkan, sekarang dia sudah pulang Ri” kata-kata Dokter Ari membuatku lemas,
benar-benar lemas, dan kini aku mulai histeris, dan berlari kearah kamar bunda.
Bila dan Dokter Ari mengikutiku.
Sampai dikamar bunda, aku langsung
mengguncang tubuh bunda yang sedang dikelilingi oleh 3 suster rumah sakit.
Ketiga suster itu sibuk dengan catatan mereka dan sibuk melepas selang-selang
yang terhubung ketubuh bunda, entah selang apa itu, aku tak tau.
“Suster itu selang apa? Bunda saya
kenapa? Kenapa sus? Kenapa? Jawab sus!!” emosiku tak tertahan. Namun para suster hanya diam dan tetap fokus pada pekerjaan mereka. Bila berusaha
menenangkanku. Melihat semua ini, aku sangat tak berdaya untuk mempercayai
kenyataan bahwa bunda sudah pulang, bukan kerumah, tapi pulang ke pencipta nya.
Tak kusangka perbincanganku tadi pagi itu adalah perbincanganku yang terakhir
dengan bunda sebelum dia benar-benar pulang.
Aku pun terus menerus
mengguncangkan tubuh bunda, tapi
bunda tetap bergeming. Aku pun menenggelamkan wajahku di dada bunda. Untuk kali
ini aku ingin memeluk bunda untuk yang terakhir kali nya.
Sampai saat ini aku masih terdiam di
koridor rumah sakit bersama Bila, dia masih setia menemaniku menunggu keluarga
bunda. Dan tak lama kemudian Kak Tia datang bersama Kak Veny dan Bu Vera,
mereka tahu bundaku meninggal setelah diberitahu melalui telfon oleh Bila,
sedari awal aku mendapat kabar duka ini memang selalu Bila yang memberi kabar
ke orang-orang terdekatku.
“Sabar ya Ri, bunda kamu pasti gak mau
kalau kamu terus-terusan sedih kaya gini .. Sekarang bunda kamu udah tenang
disana, jangan disesali lagi yaa” kata Bu Vera sambil memelukku. Ada sesuatu
yang aku tak tahu apa itu ketika aku bersentuhan dengan Bu Vera, tapi tak
terlalu aku pedulikan.
Bunda sudah tenang ditempat istirahat
nya yang terakhir, semua orang-orang terdekatku dan keluarga bunda sudah kembali
kerumah mereka masing-masing. Hanya aku yang tersisa disamping peristirahatan bunda
dan Bila yang masih setia menemani. Aku masih tak percaya, pulang yang ibu maksud
itu adalah, pulang untuk selama-lama nya. Tapi mau tak mau ini semua harus aku
terima dengan lapang dada.
“Ri, ayo kita pulang, hari ini gue
nemenin lu deh dirumah, gue udah izin sama nyokap buat nginep dirumah lu malem
ini” kata Bila memecah lamunanku. Tetapi, kata-kata Bila membuatku tak kuasa
menahan tangis karna harus hidup sendiri dirumah untuk selama nya. Bila
berusaha menenangkan aku, dia memelukku sangat erat. Aku sangat merasakan
kehangatan kasih sayang seorang sahabat yang tak pernah kenal lelah
mendampingiku.
Saat sampai dirumah, aku merasakan
hawa dingin menusuk tubuhku hingga ke tulang. Biasa nya kedinginan ini akan
tertutupi jika ada bunda disini. Aku pun tersenyum sendiri membayangkan bunda
ada disini.
“Ri, gue haus, minta minum yaa” kata
Bila, seperti nya sedari pulang sekolah tadi dia sudah menemaniku sampai dia
lupa dengan diri nya sendiri. Aku hanya tertawa melihat Bila yang kehausan
seperti sudah lama sekali dia tidak minum. Sahabatku yang satu ini memang unik
kalau sudah berlaku konyol seperti itu.
Keren de, lanjutin lagi dong ceritanya hehe
BalasHapusinsyaallah yaa kak .. dtunggu aja chapter selanjut nya :D
BalasHapusmengagumkan..!!
BalasHapuslanjutkan..
trima kasih pak yusuf .. ehehehe kalau ada chapter selanjut nya saya kabarin nt .. dan tolong terus beri komen yg membangun yaa pak .. jgn komen yg memuji ehehe
BalasHapusBagus ya novel berry's bakerynya
BalasHapusinsyaallah bagus ehehehe
BalasHapus